Rabu, 06 Agustus 2014

Adakah dedemit yang diciptakan untuk mengganggu dan mencampuri urusan manusia sehingga menciptakan kegelisahan??



Ada cerita dari kampungku. Dusun Selorejo, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Ada dua orang tetangga, seorang janda yang sudah tua, Bulek Umi aku biasa menyapanya. Dan seorang duda yang kira-kira usianya hampir mendekati 50 tahun, Pak Nardi namanya. Keduanya tak pernah akur sejak dulu. Bukan selalu bertengkar, namun tak pernah menegur sapa. Jalarannya, Pak Nardi pernah cinta mati dengan putri Bulek Umi, Mbak Mey, yang kini sudah menikah dan sudah memiliki momongan. Kalau kata orang kampung, secara pemikiran Pak Nardi itu nggak genep, katanya. Sudah ditolak tapi masih nguber-nguber

Pak Nardi yang memiliki perawakan pendek kecil dan pernah memiliki sakit yang tidak wajar, memang sejak dulu mengharapkan cinta Mbak Mey. Ia suka dengan tiba-tiba membelikan baju, kue-kue lebaran, dan berbagai perabot rumah tangga lainnya, meskipun pada akhirnya selalu ditolak. Padahal, Mbak Mey dan keluarganya sudah menunjukkan sinyal-sinyal ketidaksukaannya. Sudah menolak mentah-mentah malah, meski tidak dengan cara yang kasar.

Siang tadi, Bulek Umi datang ke rumah. Mengembalikan tikar yang beberapa waktu lalu dipinjam karena ada yasinan di rumahnya. Disela-sela obrolannya dengan ibu, Bulek Umi bercerita bahwa kemarin sore Pak Nardi datang ke rumahnya memberikan surat keterangan duda. Sebagai bukti bahwa ia serius pada Mbak Mey. Ketika itu, yang menerima surat adalah Ira, cucu Bulek Umi yang masih berusia TK. Betapa terkejut bukan kepalang Bulek Umi. Tapi setelahnya, ia anggap biasa saja. Karena sudah terlalu sering kegilaan macam itu ditunjukkan oleh Pak Nardi.

Lain cerita, tetanggaku yang bernama Pak Sumari dan merupakan teman dekat Pak Nardi, beberapa kali pernah mendapat pengakuan dari Pak Nardi. Beberapa diantaranya adalah Mbak Mey pernah malam-malam datang kerumahnya, dengan hanya memakai kemben, dan mengajaknya tidur sekamar, katanya. Padahal menurut Mbak Mey, ia samasekali tak pernah merasa melakukannya. Memang sulit dipercaya seorang Mbak Mey, yang bisa dikata agamis dan memiliki paras cantik tinggi, melakukan hal sedemikian. Kata orang-orang kampung, itu dedemit yang menjelma Mbak Mey.

Rumah Pak Nardi memang singlu, kataku. Pak Nardi yang hanya tinggal sendiri memiliki rumah kecil setangkep, yang masih dikelilingi tegalan-tegalan (tanah tak terpakai yang banyak ditanami pohon-pohon dan banyak tumbuh tanaman-tanaman liar). Rumah itu tanpa aliran listrik, menggunakan penerangan ublek (penerangan dari api yang memanfaatkan minyak gas sebagai bahan bakar) dan hanya ditempati pada malam hari karena ia bekerja di proyek pembangunan perumahan sejak pagi hingga petang hari.

Aku masih ingat, dulu waktu masih SD, ada sumur tua di depan rumah Pak Nardi. Karena sudah tidak dipakai, sumur yang masih hidup dan masih mengeluarkan sumber air itu ditimbun dan digunakan untuk membuang sampah-sampah juga pakaian-pakaian bekas. Padahal, menurut kepercayaan orang-orang tua di kampung, sumur yang masih mengeluarkan sumber air tidak boleh ditimbun begitu saja. Karena sumur yang masih hidup menyimpan aliran air, memberi sumber penghidupan.

Kini, bahkan setelah Mbak Mey menikah dan telah memiliki anak, Pak Nardi masih saja memendam rasa, bahkan menceritakannya pada tetangga-tetangga. Padahal keluarga Bulek Umi tak pernah menaruh tanya atau srawung dengan Pak Nardi. Karena jika itu terjadi, dapat dipastikan Pak Nardi akan semakin berulah jika keluarga Bulek Umi menunjukkan, setidaknya, sedikit keramahan atau kepedulian terhadapnya.

Di kota-kota besar mungkin tidak akan ada cerita-cerita semacam ini. Cerita mengenai dedemit, lelembut, roh halus, medhon, dan lain sebagainya. Tapi di kampungku, cerita semacam ini hidup dan diyakini oleh sebagian masyarakat. Mengenai Pak Nardi, orang-orang kampung suka berkata: itu dedemit yang suka mengganggu, katanya.

Wallahua’lam..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar