Ada pepatah pernah
bilang, “Dunia ini seperti buku. Mereka yang tak membaca seluruhnya, hanya akan
berhenti pada satu lembar saja”
Terkadang, dalam banyak
hal kita sangat tidak sopan dalam menilai orang lain. Menilai dari kaca mata
pribadi. Yang lebih buruk lg, menaruh prasangka tak baik karena beberapa hal
tanpa menilainya dari sebab dan sudut pandang tertentu. Seringkali kita lebih
pilih-pilih dalam beteman atau menjalin relasi dengan orang lain. Kita terlalu
angkuh untuk mau rendah hati.
Aku ingat, dulu waktu
masih berada di bangku sekolah, orang-orang tua suka sepihak dalam menilai
orang lain. Memberi arahan untuk jangan berteman dengan si A karena alasan
tertentu. What the hell, honey??
Tuhan menilai tingkat
ketaatan seseorang beda-beda, berdasarkan dari ‘strata’ mana ia. Maka, kadang
dalam cerita nabi, ada ketaatan seorang yang sudah melangit, namun itu semua
gugur babar bar hanya karena secuil sebab. Tak ada yang menjamin kebenaran yang
diakui banyak orang adalah juga mutlak kebenaran Tuhan.
Bukan
yang tiap hari pergi ke masjid, taat sembahyang, tapi buta perbedaan.
Seorang muslim selalu
disarankan untuk berkumpul dan bergaul dengan sesama muslim lainnya. Karena
dengan begitu, tingkat ‘keimanan’ akan terjaga dan selalu bertambah. Namun, tak
ada alasankah baginya untuk mengenal pelacur, pemabuk, seniman, pecandu??
Adakah alasan lain agar tak harus ada kata ‘menghindar’??
Seorang yang kaya atau
pengusaha mungkin dianjurkan untuk bergaul dengan sesamanya, kelompok-kelompok
elit dan ternama. Karena dengan begitu, mereka mampu membangun relasi dan
mengembangkan yang ia miliki. Namun, tak ada alasankah baginya menyentuh rakyat-rakat
jelata?? Kelompok minoritas.
Seorang intelek dalam
perjalanannya mungkin akan selalu bergaul dengan sesamanya. Kelompok terpelajar
yang akan mengenyam bangku-bangku pendidikan. Karena dengan begitu, tingkat
keilmuannya akan bertambah. Tak ada alasankah baginya untuk menyentuh orang-orang
desa, pesisir, pedalaman, orang rimba, buta aksara?
Samasekali tak ada
alasan yang kita punyai untuk menolak berkawan dengan berbagai macam tipe dan
strata sosial orang. Apalagi membenci atau tak menyenangi pihak-pihak yang lain.
Tuhan tidak menciptakan hitam dan putih untk saling bertentangan.
Tuhan mencipta ilmu
agar ilmu itu berfungsi. Bukan terus dikembangkan namun tanpa bukti yang pasti.
Tuhan menciptakan baik dan buruk agar manusia paham, bahwa ada ‘buruk’ karena
agar ‘baik’ berfungsi.