Sore hari menjelang
senja, tak kurang dari 10 mahasiswa melakukan aksi membacaan puisi di depan
gedung Rumah Kebudayaan Universitas Airlangga. Dengan gaya ala seniman
sekaligus sastrawan, dengan didekorasi becak juga poster dan pamphlet-pamphlet
besar, acara tersebut berlangsung selama lebih dari dua jam. Ternyata atas ide
dan inisiatif dari seorang Madi Omdewo, pegiat sastra yang telah menghasilkan
buku antologi puisi berjudul 99 Antologi
Becakan. Ia ternyata adalah seorang tukang becak, yang memiliki semangat
membecak sekaligus menulis puisi sejak 2004 silam. Kegiatan tersebut
dimaksudkan dalam rangka peringatan hari sumpah pemuda sekaligus bulan bahasa.
Ia mengundang siapapun
mahasiswa yang tertarik meramaikan acara untuk turut serta membacakan puisi.
Judul brosur yang ia sebar unik, Tukang
Becak Membaca Karya Sastra. Pada kesempatan inilah kemudian datang dan
turut meramaikan acara yakni mahaiswa yang mayoritas dari prodi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Unesa. Secara bergantian, mereka melakukan pembacaan puisi
dan juga diselingi dengan nyanyian. Rombongan mereka sebelumnya juga aktif dalam
kegiatan serupa yang sebelumnya diadakan di depan gedung DPRD, atau peringatan
10 November, dan beberapa peringatan hari nasional yang berkaitan dengan keIndonesiaan.
Komunitas mereka juga biasa melakukan diskusi sastra dan budaya.
Momen ini, momen dimana
sumpah pemuda diperingati, Madi Omdewo atau yang lebih akrab disapa Cak Mad,
bemaksud menggugah semangat para pemuda agar lebih peka terhadap kondisi
masyarakat saat ini. Dalam perjalanannya Cak Di telah menghasilkan ratusan
puisi, baik yang telah dibukukan maupun yang masih berupa naskah mentah dalam tulisan
tangan. Antologi puisi 99 Antologi Becakan
merupakan antologi puisinya yang pengantarnya ditulis oleh Tri Rismahandini, Walikota
Surabaya, dan Bramantio, salah seorang dosen Sastra Indonesia Universitas
Airlangga. Sebelumnya, Cak Di pernah melakukan pembacaan puisi di depan DPRD
selama 36 jam dengan peringatan acara yang sama. Setiap kegiatan kesusastraan
yang ia lakoni ia sebut sebagai Sastra
Kabur Kanginan. ‘Kabur’ karena kegiatannya tersebut ada dimana-mana yakni
di warung kopi, jembatan, jalan. Dan dengan ‘kanginan’ akan banyak reverensi
yang masuk supaya banyak dijadikan ide untuk menulis.
Madi Omdewo adalah
seorang tukang becak, yang dalam resahnya ia hasilkan puisi-puisi di tiap
malamnya. Anda yang tiap sore hari terbiasa naik becak di daerah Surabaya
bagian Utara, khususnya di daerah Jembatan Merah atau Embong Malang, mungkin
tak asing dengan sosok Cak Mad. Sejak ia beralih profesi dari tukang foto
keliling mnjadi tukang becak, sejak 2004 lalu, ia telah aktif menulis puisi.
Baginya, menulis adalah seperti orang lapar, adalah kewajiban di tiap harinya. Meskipun
menurutnya saat ini, profesi tukang becak telah digerogoti oleh dua hal, yakni
keberadaan handphone dan pembelian
sepeda motor yang semakin dipermudah. Itu adalah dua hal yang membuat tukang
becak sepi peminat.
“Ya beginilah cara kami
memperingati hari sumpah pemuda. Dan harapan kami untuk generasi muda khususnya
mahasiswa, apresiasilah hal atau karya yang berkaitan dengan peringatan
hari-hari (pergerakan) nasional, khususnya yang saat ini terjadi yaitu hari sumpah
pemuda” tutur Soni, seorang mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Unesa.
Harapan Cak Mad untuk
pemuda khususnya mahasiswa, adalah dengan peringatan sumpah pemuda ini
jadikanlah semangat untuk terus rutin membaca. Dengan proses pembacaan itulah
akan lahir ide-ide dan tulisan-tulisan yang nantinya akan menjadi karya yang
bermakna. Pada kegiatan selanjutnya, Cak Mad berencana mengadakan kegiatan
serupa pada 10 November yang bertepatan dengan hari Pahlawan Nasional. Kegiatan
tersebut akan diramaikan oleh komunitas Music
Time yang akan dilaksanakan di Balai Pemuda dan melibatkan pecinta seni. Beberapa
kegiatan yang akan dilakukan yakni teatrikal, monolog, baca puisi, nyanyi,
memajang lukisan, dan berbagai kegiatan mengenai sastra dan budaya.
salam Mahasiswa untuk berani berubah jadi lebih berbangsa
BalasHapus