Kota
Batu terkenal dengan hawa dan suhunya yang dingin dan sejuk. Di kota inilah, lahir
sekaligus tinggal aktivis HAM yang kasusnya belum terselesaikan hingga saat ini,
Munir. Terletak di Jl Bukit Berbunga no 2 Sidomulyo, Batu, sejak Desember tahun
lalu, atas persetujuan keluarga dan berbagai aktivis didirikanlah museum Omah
Munir. Ini adalah museum yang mendokumentasikan kasus-kasus HAM pertama dan
satu-satunya di Asia Tenggara.
Sebelum
memasuki ruangan, pengunjung akan disambut dengan patung Munir sebagai simbolik
perjuangan HAM. Ruang utama berupa
display perjuangan Munir, yakni sinopsis kisah hidup Munir dan berbagai kasus
HAM yang pernah ia perjuangkan. di sisi lain terdapat dinding kisah Munir dan
keluarga. di sisi kanan raung utama, ditampilkan segala atribut yang digunakan
Munir ketika masa-masa perjuangannya dulu. Seperti jas almamaternya semasa
kuliah, sepatu yang dulu selalu ia gunakan dalam aktivitasnya ketika di
lapangan, kemeja yang digunakan ketika jumpa pers di mabes polri, SIM KTP STNK
dan paspor, jam tangan, bulpoin. Skripsinya yang
berjudul “Perlindungan
Hukum Terhadap Buruh dalam penetapan upah di perusahaan
industri:
studi di kota madya malang juga turut dipajang dalam museum ini. Selain itu, ada pula penghargaan-penghargaan yang pernah
diterima Munir semasa hidupnya. Museum ini juga dilengkapi dengan perpustakaan
atau ruang baca yang dapat digunakan pengunjung jika ingin melakukan kajian
atau riset tentang HAM dan penegakan hukum.
Kasus
Marsinah adalah kasus yang menjadi titik tolah perjuangan Munir dalam
mengentaskan kasus HAM di Indonesia. Sehingga dalam museum ini, ditampilkan pula foto
Marsinah dan deskripsi mengenai
kasus HAM yang menimpa dirinya.
Sekadar mengembalikan ingatan, Marsinah
adalah buruh pabrik yang berusaha memperjuangkan hak-hak buruh namun pada
akhirnya meninggal dibantai dengan sangat misterius.
Munir
merupakan aktivis HAM, yang berkecimpung mengentaskan permasalahan HAM di Indonesia yang
tak kunjung menemui titik
terang.
Museum Omah Munir didirikan dengan tujuan merawat ingatan kita tentang
perjuangan Munir dan Kemanusiaan. Museum Omah Munir adalah sebagai media untuk
menghidupkan semangat sekaligus mendokumentasikan problem-problem kemanusiaan
di Indonesia. Selain itu, Museum
Omah
Munir didirikan sebagai ruang budaya
untuk merawat kebebasan berfikir dan berekspresi. Untuk itu, Museum Omah Munir sangat terbuka bagi siapa saja yang
ingin menjadikannya
sebagai ruang diskusi.
Pada
mulanya, yang menggagas ide
didirikannya Museum Omah Munir adalah Suci, istri dari alm Munir. Dan kemudian ide tersebut didukung oleh kerabat
dan berbagai aktivis. Pada 7 September lalu, tepat 10 tahun kematian aktivis
Munir, di museum inilah diperingati 10 tahun kematian Munir, yang juga dihadiri
oleh beberapa aktivis,
budayawan, dan pegiat
perfilman. Diantaranya hadir pula Riri Riza, Mira Lesmana, Nia Dinata, dan juga Butet Kartaredjasa. Berbagai kegiatan
yang diselenggarakan diantaranya yaitu diskusi kasus-kasus HAM, pemutaran film
dokumenter, penampilan hiburan dan musikalisasi puisi, dan berbagai kegiatan
lainnya, yang masih dalam topik mengenang kasus-kasus HAM yang belum juga
terselesaikan hingga kini,
dan tak kunjung ada tindakan riil dari pemerintah untuk segera mengusut tuntas.
Seperti
halnya museum-museum yang lain, Museum Omah Munir ini bukan didirikan begitu saja tanpa adanya
kegiatan di dalamnya. Kegiatan rutin pada museum ini diadakah setiap bulan,
yakni pada tanggal 7 dan 8. Seperti
yang dijelaskan oleh Yuriko Abi Pratama selaku tim kreatif
dari Museum Omah Munir, yang perlu diketahui masyarakat, konsep dari
didirikannya museum Omah Munir ini
adalah menjadikannya
sebagai rumah yang mengabadikan perjuangan Munir menuntaskan kasus-kasus HAM. Tempat
diskusi kemanusiaan yang mencerdaskan. Dan bukan menjadikannya sebagai tempat
atau basecamp untuk membentuk massa yang
memusuhi golongan-golongan tertentu.
Sejauh
ini. Pendirian Museum
Omah Munir secara independen, tidak ada kerjasama
dengan pemerintah kota Batu atau permintaan sumbangan lainnya. Melainkan donatur yang bersifat sukarelawan. Museum Omah
Munir ini berdiri secara independen, tanpa adanya tendensi kepada pihak-pihak
atau golongan-golongan tertentu. Kedepannya, pengurus dari museum ini berharap
akan ada mata pelajaran atau pembelajaran pengenai pengetahuan akan penegakan
HAM pada siswa-siswa sekolah. Sehingga para generasi muda nantinya dapat
meminimalisir munculnya kasus-kasus HAM di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar