Kamis, 30 Oktober 2014

Dialektika Hindu Jawa dalam Serat Mi’raj


Di era modern ini, di sejumlah museum-museum di Indonesia di simpan naskah-naskah lama tinggalan dan warisan masyarakatnya. Naskah-naskah tersebut berasal dari puluhan bahkan ratusan tahun silam. Naskah-naskah tersebut yang kemudian dikaji dan diteliti oleh para akademisi, baik dari dalam maupun luar negeri. Beberapa waktu terakhir, banyak dicari naskah-naskah oleh para pemburu naskah asing dari luar negeri. Hal tersebut dikarena dalam naskah kuno terkandung suatu pengetahuan dan warisan budaya suatu bangsa, yang mengandung banyak gagasan dan pemikiran, yang juga memiliki implikasi dengan zaman modern ini.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, naskah-naskah kuno tersebut memiliki peran dan pengaruh cukup besar pada zamannya terhadap peradaban masyarakat dimana naskah tersebut berada. Karya sastra termasuk naskah, merupakan salah satu media yang mampu mengubah paradigma dan cara berfikir masyarakat secara missal, sehingga kemudian dapat mengubah peradaban. Karena melalui gaya dan diksi yang tertuang di dalam karya sastra, seseorang dapat memahami dan mengamini suatu cara pandang tanpa adanya paksaan. Cara berfikir pengarang akan diikuti pula oleh pembacanya. Apalagi jika karya sastra tersebut dijadikan pedoman tradisi secara massal. Seperti pada Serat Mi’raj, serat yang berasal dari Pamekasan Madura, yang pada masa lalu sering dibaca untuk macapatan sebagai sarana memperkaya pengetahuan tentang Islam di masyarakat.
Sebelum Islam masuk ke wilayah Jawa, Jawa memiliki tatanan masyarakat dengan peradaban mayoritas Hindu. Kerajaan Hindu terbesar ketika itu ialah kerajaan Majapahit. Kemudian karena beberapa hal, salah satu faktor utamanya karena perebutan kekuasaan, Majapahit mengalami keruntuhan, yakni pada abad 13-15 M. Bersamaan dengan hal tersebut, perlahan Islam masuk melalui para pedagang dari Gujarat. Islam masuk perlahan dari wilayah pesisir yaitu utara Pulau Jawa. Dari wilayah pesisir itulah perlahan Islam masuk ke wilayah selatan.
Tidak mudah mengubah agama dan sistem kepercayaan masyarakat dari yang semula Hindu menjadi Islam. Apalagi Hindu telah dianut oleh sebagian besar masyarakat sejak ratusan tahun lamanya. Agama atau sistem kepercayaan mempengaruhi adat dan kultur masyarakatnya. Sehingga agama mempengaruhi aktivitas yang terbentuk di dalam masyarakat. Seni dan sastra adalah sarana yang efektif untuk memasuki adat dan kultur di dalam masyarakat. Maka kemudian, Islam masuk salah satunya adalah melalui pengaruh karya sastra. Seperti karya yang akan dibahas dalam tulisan ini, Serat Mi’raj.
Serat Mi’raj atau yang selanjtnya disingkat SM, memiliki pesan dan nilai keislaman. Serat tersebut terbentuk berdasarkan dialektika antara Hindu Jawa dan Islam. Islam berusaha memberi ajaran tentang nilai-nilainya tanpa harus memberikan dogma yang bersifat memaksa. Melalui SM, masyarakat diajak untuk memahami Islam tanpa paksaan. Salah satu caranya adalah dengan mengakulturasikan antara cerita Hindu dan Islam. Cerita yang diambil adalah Isra’ Mi’raj (dalam ajaran Islam) dan kemudian digubah menjadi Mi’raj Nabi. Dalam Islam, Isra’ Mi’raj, Islam memberi pemahaman tentang surga dan neraka, konsekuensi terhadap keduanya, serta tugas dan kewajiban seorang muslim melalui utusan Allah yang bernma Muhammad.
Latar dan tokoh adalah yang sangat pening alam usaha akulturasi di dalam karya sastra. Karena melalui latar dan tokoh, orang akan lebih memahami secara konkrit alur cerita di dalam karya sastra. Juga karena latar dan tokoh tersebut tidaklah asing dimata mereka. Usaha pemberian pemahaman Islam terhadap masyarakat Hindu sejatinya adalah pemberian pemahaman secara substansi atau nilai. Maka tak heran jika beberapa cerita Islam kemudia sedikit mengalami perubahan nama, tokoh, atau latar ceritanya ketika beredar pada masyarakat non Islam. Karena memang pemahaman tentang keislaman disesuaikan dengan kultur dan adat masyarakat setempat, tanpa meninggalkan pesan yang akan disampaikan. Substansi cerita tetaplah bernash Islam.
Dalam SM, diceritakan seorang nabi bernama Muhammad bertemu dengan bidadari dan melihat kehidupan surga dan neraka. Ia juga ditemani oleh seorang bernama Jibrail (malaikat Jibril dalam Islam). Kemudian diceritakan, ada kriteria perilaku masyarakat yang akan masuk surga ataupun neraka. Misalnya, tokoh nabi Muhammad di dalam neraka menemui seorang perempuan yang dipaksa untuk memakan daging mentah. Itu adalah konsekuensi dari orang yang semasa hidupnya gemar membicarakan keburukan orang lain. Diceritakan pula sang nabi bertemu dengan seorang perempuan tanpa baju dengan bibir yang terpecah menjadi lima. Tokoh Muhammad bertanya kepada Jibrail bahwa itu adalah konsekuensi untuk orang yang gemar mengumpat semasa hidupnya. Dari cerita tersebut, Islam tidak memaksa masyarakat untuk memeluknya. Namun melalui SM, berusaha dijelaskan bahwa terdapat kehidupan setelah kematian, yakni ada di surga dan neraka, dan apa yang harus dijalankan manusia selama hidup di dunia.
Melewati wilayah pesisit Jawa, Islam kemudian perlahan masuk dan menjadi agama baru yang dipeluk oleh masyarakatnya. Kemudian banyak bermunculan pondok-pondok pesantren yang menjadi pusat pendidikan agama Islam. Pondok-pondok pesantren tersebut menjadi media bagi masyarakat untuk melek huruf. Dari pondok pesantren, orang kemudian mengenal huruf-huruf pegon. Setelah itu, karya-karya sastra banyak bermunculan, yang merupakan gubahan teks Jawa ke Islam. Isinya pun disesuaikan dengan kultur dan budaya masyarakat setempat, dengan tujuan tetap yaitu memberikan paradigma dan nilai-nilai keislaman.
Karya sastra menjadi alat yang penting dalam proses akulturasi budaya. Seperti misalnya SM. Dengan perpaduan diksi, latar, juga penokohan yang diterima sesuai kultur masyarakatnya, seorang menjadi tidak merasa telah digurui dengan karya sastra tersebut. Proses dialektika tersebut kemudian mampu membawa seorang Hindu untuk masuk ke dalam Islam. Berdasarkan apa yang telah terjadi di masa lalu, melalui karya sastra, peradaban besar Hindu Jawa dapat dipadukan dengan Islam. Dan terbukti, Islam menjadi agama mayoritas penduduk Indonesia saat ini. Di era ini, tantangan bagi seorang muslim yaitu menggali kreativitas imajinatifnya untuk menghasilkan karya-karya yang mampu memberikan pemahaman mengenai nilai dan ajaran islam. Karena meskipun islam telah menjadi agama mayoritas, banyak yang tak mampu meresapi ajarannya secara substansif. Apalagi di tengah jaman modern yang semakin membuat keislaman seseorang perlu direvitalisasi kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar