Selasa, 29 November 2016
Napak Tilas Bersama Bapak
Di tempat inilah, 48 tahun silam, seorang anak laki-laki usia 12 tahun ngangsu kawruh, menghilangkan segala kebodohan dengan mondok di pondok pesantren salaf. Pondok pesantren terkemuka waktu itu yang terletak di Rowo Tengah, salah satu desa di kecamatan paling barat Kabupaten Jember, pintu masuk Kabupaten Jember dari arah Lumajang.
Seorang bapak hebat bahkan tak lulus sekolah dasar, mengajak putra putrinya yang telah menempuh pendidikan tinggi untuk sowan. Kiyai memang telah tiada dan pondok telah sepi tak berdiri sekokoh dulu. Sebagian besar bangunan pun telah rusak.
Namun baginya, silaturahim kepada keturunan kiyai serupa wujud syukur atas ilmu-ilmu yang didapat, mempererat ikatan antara santri dan yai, memanjangkan usia. Kiyai adalah orang-orang terpilih. Seperti keyakinan Bapak, maka keturunan kiyai adalah orang-orang yang memiliki nasab bagus. Segala doa dan pengharapan dititipkan untuk mendapatkan barokah-Nya.
Bapak mengajak kami ziarah. Menelusuri setiap jalan dan lorong yang masih tak berbeda jauh dari 48 tahun silam. Saya pun tak kuasa membayangkan, di salah satu pojok bangunan pondok, Bapak biasa ndelik, agar makanan yang ia makan tak sampai ketahuan siapapun. Makanan hasil ngasak di sawah, seringkali adalah sisa polo pendem yang sudah dibuang pemanennya.
Bapak selalu bercerita dengan bangga dan tak ada gurat sedih di wajahnya.
Sebab zaman itu, tak banyak uang saku yang diberikan kakung dan simbok untuk bekal Bapak berangkat mondok. Selama tujuh tahun mondok, hanya satu kali dalam setahun ia pulang. Ia berangkat membawa karung berisi beras, dan uang yang hanya cukup untuk bekal makan beberapa bulan saja. Sisanya, Bapak mesti memikirkannya sendiri.
Barangkali telah belasan kali bapak katakan kepada anak-anaknya, "Bapak selalu berdoa agar kelak, jangan sampai anak-anak Bapak merasakan sulitnya mencari ilmu seperti yang pernah Bapak alami".
Sayang selalu, Bapak.
Senin, 31 Oktober 2016
Jadi Jurnalis UNAIR Bertemu Banyak Tokoh Hebat
Menjadi jurnalis sebuah media yang dikelola oleh Humas kampus adalah
hal yang menyenangkan sekaligus seringkali memberikan kejutan bagi saya. Selain
bisa menyalurkan ilmu dalam bidang jurnalistik, saya banyak bertemu dengan
tokoh-tokoh hebat yang sudah belasan bahkan puluhan tahun malang melintang
dalam dunia pendidikan, berbincang, dan menyelami pikiran-pikiran mereka.
Bagi saya, bekerja di media
adalah hal yang menyenangkan. Selain bertemu dengan narasumber yang berbeda
tiap harinya, saya menjadi banyak tahu mengenai perkembangan isu-isu terkini,
khususnya bidang-bidang yang dikaji dalam dunia pendidikan. Saya banyak bertemu
dosen, mulai dari yang bergelar doktor hingga profesor. Bidang keilmuan
merekapun beragam, mulai dari kesehatan, teknologi, hukum, ekonomi, politik,
hingga seni dan sastra.
Apalagi saat ini, dalam rangka
menuju perguruan tinggi kelas dunia, Universitas
Airlangga tengah getol melakukan branding. Media sebagai salah satu alat
branding universitas, bertugas untuk menggali dan mengeksplor beragam kegiatan yang
dihasilkan oleh para stakeholder. Bukan hanya civitas, namun juga alumni serta tokoh-tokoh
yang memiliki hubungan dengan UNAIR.
Yang paling menarik serta membuat
saya selalu antusias adalah ketika bertemu dengan public figure atau tokoh masyarakat yang diundang ke UNAIR untuk
berbagai acara. Whoaaaa, saya selalu memanfaatkan momen ini untuk menggali
informasi lebih dalam dan mendapatkan suntikan motivasi dari mereka.
Universitas Airlangga sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka
di Indonesia, banyak meluluskan alumni yang saat ini berpengaruh di
masyarakat. Baik sebagai public figure,
tokoh politik, pejabat publik, maupun pebisnis yang tentunya keberadaan mereka
banyak membawa pengaruh bagi masyarakat. Bekerja di Humas UNAIR, banyak
memberikan kesempatan kepada saya untuk bertemu dengan mereka.
*******
Di awal-awal saya menjadi
jurnalis di Humas UNAIR, saya bertugas untuk meliput acara penyambutan
mahasiswa baru di Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Biasanya, acara penyambutan
mahasiswa baru selalu diisi dengan menghadirkan ‘bintang tamu’, alumni yang cukup
dikenal di masyarakat. Sebab, mahasiswa baru butuh suntikan semangat agar
mereka, setidaknya memiliki gambaran tentang profil alumni di jurusan yang
mereka pilih.
Waktu
itu, Departemen Sastra Inggris Universitas
Airlangga menghadirkan John Martin Tumbel, lulusan terbaik Fakutas Sastra
(sekarang FIB) tahun 2005. Meski sempat deg-degan, namun saya senang di akhir acara
bisa berbincang dengan aktor yang karib disapa John Pantau itu. Ia sangat ramah.
Dan khas presenter, ia pandai mencari topik dan menyita perhatian para
pendengarnya.
John Martin Tumbel selepas memberikan motivasi kepada mahasiswa baru Sastra Inggris 2015 |
Pada bulan Mei 2016 silam, setelah berkali-kali membuat janji namun selalu gagal, akhirnya saya berhasil bertemu dan berbincang dengan Putri Indonesia tahun 2014, Elvira Devinamira. Yup, gadis jelita yang memperoleh Best National Costume pada ajang Miss Universe 2014 ini, masih tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
Elvira Devinamira, Putri Indonesia 2014, Mahasiswa FH UNAIR |
Saya bertemu dan berbincang
dengannya di Fakultas Hukum UNAIR selepas ia mengikuti kuliah Hukum Arbitrase. Meski
hari-harinya kini banyak dihabiskan dengan berkarir di bidang entertainment dan
modelling, namun ia berkeinginan untuk segera lulus dan meraih gelar sarjana hukum
tentunya. Maka itu ia masih sering menjalani kegiatan akademik di kampus, baik
megikuti perkuliahan maupun mengurus skripsi sebagai salah satu prasyarat
kelulusan.
****
Saya berkesempatan berbincang
dengan Fadly usai dia mengisi seminar bertema lingkungan di UNAIR. Saya baru
tahu, dalam lima tahun terakhir, ia menjadi aktivis urban farming, mensosialisasikan
hidup sehat dengan tetap mengkonsumsi buah dan sayur, dan menanamnya sendiri meski
dalam lahan sempit di perkotaan.
Fadly 'Padi' alumnus Fakultas Ekonomi UNAIR |
Selanjutnya, salah satu alumnus UNAIR yang
masih berkesan dalam ingatan saya adalah Menteri Perhubungan RI tahun 2014-2016
yang kini menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral, Bapak
Ignasius Jonan. Ketika itu, beliau datang ke Universitas Airlangga dalam rangka memberi motivasi kepada
mahasiswa baru 2016.
Saya sempat melakukan wawancara
singkat dengan beliau. Dan yang paling saya ingat hingga saat ini adalah pesan
beliau kepada mahasiswa yang sedang menjalani perkuliahan. Katanya, “Jangan
mengerjakan sesuatu yang tidak perlu. Dan jangan kebanyakan pacaran,” ucapnya
sambil tertawa. Saya pun ikut tertawa.
Ignasius Jonan, alumnus Fakultas Ekonomi UNAIR |
Sepanjang saya menekuni pekerjaan saya sebagai jurnalis
di Humas UNAIR, barangkali Bu Khofifah Indar Parawansa adalah satu-satunya pembicara
tamu, seorang menteri, yang begitu atraktif melakukan interaksi dengan
mahasiswa. Yang paling saya ingat, alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UNAIR itu mengajak seluruh mahasiswa untuk menyanyikan Hymne Airlangga. Di situlah, tanpa saya
duga sebelumnya, beliau menitikan air mata ketika menyanyi bersama-sama seluruh
mahasiswa.
Khofifah Indar Parawansa, Menteri Sosial RI, alumnus FISIP UNAIR |
Tak berhenti sampai di situ, keramahannya
kepada mahasiswa ia tunjukkan dengan naik ke tribun didampingi Bapak Rektor UNAIR
Moh Nasih untuk menyapa mahasiswa. Ia pun tak keberatan melayani foto bersama mereka.
****
Selain
bertemu tokoh-tokoh nasional, acara-acara yang diadakan mahasiswa dengan
mengundang band atau musisi adalah
yang menarik bagi saya. Saya bisa masuk gratis tanpa membeli tiket, bisa memotret,
dan menikmati acara hingga selesai. Bonusnya lumayan untuk saya bisa berbincang
dengan para pemain musiknya. Hehe.
Payung Teduh live in UNAIR |
Saya juga merasa beruntung bisa
mengikuti rangkaian KKN Tematik mahasiswa internasional yang diadakan di
Karimunjawa. Selama tiga hari, saya berkesempatan untuk mengikuti rangkaian
kegiatan mereka, termasuk jalan-jalan mengunjungi keindahan Kepulauan
Karimunjawa.
Mengikuti rangkaian kegiatan KKN bersama mahasisaw internasional |
So far, menjadi bagian dari tim yang bertugas di Humas UNAIR
memberi saya banyak pengalaman, pelajaran, dan ilmu baru. Untuk teman-teman yang tertarik dengan segala kegiatan dan informasi
seputar Universitas Airlangga, bisa
mengakses laman resmi kami di http://www.unair.ac.id/ .
Sabtu, 29 Oktober 2016
Taksi Online vs Taksi Konvensional
Sabtu malam, sekitar pukul 22.00,
kami sudah berdiri di depan salah satu pusat perbelanjaan di Kota Surabaya. Kami
baru selesai menghabiskan waktu diantara tumpukan diskonan buku dan menutupnya
dengan makan malam dan ngeskrim bersama. Beberapa menit sebelumnya, melalui
aplikasi yang mudah kami akses dengan handphone,
kami memesan ‘taksi online’ untuk mengantar kami pulang ke tempat kos. Maka
setelah pemesanan, kami tinggal berdiri menunggu driver datang untuk menjemput.
Di ruas jalan berbeda masih di
tempat kami berdiri, berbagai jenis taksi konvensional berjejeran. Dari penglihatan
saya, mereka terlihat sepi pemesan dan beberapa kali ngedumel antara sesama driver. Betapa tidak, diantara mobil yang
melakukan penjemputan, bisa ditebak sebagian besar adalah ‘taksi online’
pesanan. Ini jelas mematikan pasar mereka para driver taksi konvensional.
Layaknya mobil pribadi, dengan ‘taksi
online’ kami tak perlu banyak melakukan negosiasi atau percakapan basa basi
dengan driver. Mobil datang, kami naik, dan driver pun siap mengantar pulang
sesuai alamat tujuan yang telah kami pesan melalui aplikasi. Sangat menarik,
bukan? Memang.
Masalah harga jangan ditanya. Tempat
indekos menuju pusat perbelanjaan tempat tujuan kami berjarak sekitar 3.5
kilometer. Cukup jauh. Apalagi, minggu malam di Surabaya adalah waktu dimana
kemacetan melengang dimana-mana. Dengan perhitungan itu, kami mesti memikirkan
banyak uang yang harus kami keluarkan berdasarkan jarak dan waktu yang kami
tempuh jika kami menggunakan taksi konvensional. Melalui ‘taksi online’, dengan
jarak dan tentunya kemacetan itu, sewaktu berangkat kami hanya mengeluarkan
uang enam ribu rupiah saja.
Maka, berbagai kemudahan
layananpun diberikan. Diskonan bertebaran. Di JX International Surabaya, tempat
event discount buku Big Bad Wolf yang menggiurkan hingga tanggal 31 Oktober itu,
maka bisa dilihat pada struk perbelanjaan. Ada promo 50 persen yang ditawarkan
dengan menggunakan kode promo tertentu. Ini jelas layanan menggiurkan yang
ditawarkan perusahaan.
Sementara itu beberapa minggu
yang lalu, dalam sebuah berita online Bapak Menteri Perhubungan meminta taksi
konvensional untuk pindah ke online. Langkah ini dikatakannya untuk meringankan
beban operasional perusahaan. Mengingat, respon masyarakat sangat antusias
dengan layanan ‘taksi online’.
Maka di era gigital ini, mau tak
mau, kita diajak untuk menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang ada. Masyarakat
pun tak mau rugi. Mereka sudah pintar untuk memilih layanan yang dirasa paling
memberi keuntungan. Pelayanan yang mudah, murah, dan tentunya nyaman. Maka tentu,
siapa yang bisa menyediakan layanan ketiganya, ialah yang akan dipilih.
Sabtu, 22 Oktober 2016
Suka Duka Menjadi Mahasiswa FIB UNAIR
Menjadi mahasiswa dari fakultas yang bassic ilmunya humaniora, secara kebiasaan, tentu berbeda dengan teman-teman yang berasal dari fakultas dengan bassic ilmu eksakta. Dari mulai suasana perkuliahan, hubungan dosen dengan mahaiswa, lingkungan kampus, hingga perspektif masyarakat akan keilmuan kami.
Berikut suka duka teman-teman yang menempuh studi di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga.
- Kuliah kami tidak hanya berisi ceramah dan
praktikum
Karena notabene fakultas humaniora, kehidupan kampus kami tidak hanya diisi dengan kuliah dengan ceramah dan praktikum semata. Kami mempelajari ‘seni kehidupan’. Sehingga diantara matakuliah kami, ada yang output-nya orasi, menghasilkan karya sastra, membuat film pendek, berkomunikasi dengan orang asing, pentas teater.Menuju pintu masuk Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga Laboratorium kami hanya satu jenis: laboratorium bahasa. Beberapa kuliah kami diisi dengan nonton film dan nonton pertunjukan seni. Dari praktik dan dan output yang dihasilkan, diharapkan lulusan kami sesuai dengan salah satu misi kami: Mendharmabaktikan keahlian dalam bidang ilmu humaniora dan seni kepada masyarakat.2. Selamat datang untuk: kebebasan berpikir dan berpendapat
Karena kami berada di Faculty of Humanities, kami sangat menjunjung tinggi akan kebebasan berfikir dan berpendapat. Beberapa aliran pemikiran, teori-teori pemikiran filsuf, kami pelajari setiap hari. Sehingga, kami pun tumbuh menjadi manusia yang tidak berpemikiran ‘saklek’. Meskipun tidak semuanya dan perbedaan itu selalu ada, tapi kami punya ilmunya. Salah satu spaces di sebelah utara gedung Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga - Senioritas tidak kental terasa
Terkadang, teman-teman yang berasal dari fakultas sains dan ilmu eksakta, mengeluhkan senioritas yang begitu kental terasa. Bukan hanya antar mahasiswa, namun juga antar dosen dengan mahasiswa.
Kalau di Fakultas Ilmu Budaya, bahkan kami bisa memanggil dosen kami yang masih muda dengan panggilan ‘mas’ atau ‘mbak’. Bukan berarti tidak hormat, tapi lebih agar kami semua akrab.
- Kami punya kantin PUJASERA yang dikunjungi hampir
semua mahasiswa
Coba deh, tanya kepada semua sivitas UNAIR, khususnya yang berdomisili di kampus B. Hampir bisa dipastikan semua dari mereka tidak asing dengan kantin PUJASERA. Yup, di FIB UNAIR, ada kantin super lengkap dan murah yang oleh karenanya, dikunjungi oleh bukan mahasiswa FIB saja.
Berbagai macam menu tersedia, harganya pun sangat terjangkau untuk kantong mahasiswa. Bisa disurvey, deh. Mulai dari makanan berat seperti nasi goreng, nasi campur, penyetan, pecel. Ada juga bakso, mie ayam, gado-gado, siomay, es campur, es oyen. Saking banyaknya susah untuk disebutin semua.
Untuk teman-teman yang doyan nongrong, berbagai camilan dari yang ringan hingga berat ada di kantin PUJASERA.
Kantin PUJASERA FIB UNAIR, via https://blog.mamikos.com/wp-content/uploads/2016/08/1g.jpg Kalau tidak salah ukur, kantin PUJASERA adalah kantin terluas se-UNAIR. Maka tidak heran kalau menu yang disajikan juga sangat beragam. - Suka ditanya, “Kuliah di FIB mau jadi apa?”
Bete, sih, waktu ada pertanyaan, “Mau jadi apa kuliah di FIB?”. Barangkali pertanyaan semacam ini sudah tidak asing lagi untuk teman-teman yang kuliah di FIB. Mungkin karena kultur masyarakat kita yang belum bisa menghargai betul studi-studi seni dan sastra.
Namun begitu, pertanyaan semacam itu tidak lantas membuat kami mutung dan marah. Justru, akan menjadi pemicu semangat untuk terus berbenah agar ke depan, keilmuan kami tidak disepelekan begitu saja di masyarakat.
Banyak kok, alumni kami yang menjadi orang-orang hebat di luar sana. Btw, Mba Dian Sastro Wardoyo yang cantik, pintar, dan menawan itu, alumni Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya juga, lho, meskipun bukan alumni UNAIR. Hehehe.
Pintu masuk Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, via http://fib.unair.ac.id/fib/images/news/sejarahfib.jpg Ilmu-ilmu yang kami pelajari, sastra misalnya, kini bukan hanya berbicara seputar teks semata. Di luar sana, softskill yang kami miliki siap untuk dibenturkan dengan para pegiat seni. - Welcome to: kaos oblong dan rambut gondrong
Utamanya laki-laki. Meskipun tidak semuanya, banyak diantara kami yang sudah tidak asing lagi dengan pakaian kaos oblong dan rambut yang sengaja gondrong. Hingga terkadang, ketika ada kegiatan berkumpul dengan semua elemen mahasiswa, pakaian dan model dandanan kami hampr bisa diidentifikasi. Entah mengapa begitu.
Kami juga sudah biasa dicap tidak rapi. Hehe.. mudah-mudahan untuk yang satu itu, kami bisa berbenah.
Untuk teman-teman yang tertarik dengan segala informasi seputar Universitas Airlangga, kalian bisa mengunjungi laman resmi kami di http://www.unair.ac.id/ , atau portal online kami di http://news.unair.ac.id/
Sekian, dan, Hidup Mahasiswa!!
Selasa, 18 Oktober 2016
Kangen Jatuh Cinta
Oktober, 2016
Kangen
saat-saat
jatuh cinta
Sebab,
selalu ada
yang mendebarkan
di sana
Saat
mengangkat telepon
Saat menatap
layar handphone
Saat
mendengar
bunyi sepeda motor
Saat
menatap langit
Saat,
saat semangat
seringkali muncul
tiba-tiba
Kini, 23,
hidup
bukan hanya
soal cinta
Langganan:
Postingan (Atom)