Sambel Jeruk |
Hari ke-2
Setiap kali libur atau menghabiskan waktu berjarak cukup
lama dengan Surabaya, selain berkeliling kota, saya selalu kangen dengan salah
satu makanannya. Bukan rujak cingur atau lontong balap, melainkan penyetan
a.k.a sambelan.
Hampir di setiap sudut di kota Surabaya begitu mudah untuk
dijumpai sambelan. Salah satu yang kemudian jadi favorit saya selaku anak kos
yang sudah tujuh tahun menghabiskan hari-hari di Gubeng Airlangga adalah SAMBEL
JERUK. Sambelan yang khas, salah satunya karena jeruk limau-nya.
SAMBEL JERUK. Ya, kami, saya dan teman-teman kos sewaktu
kuliah, biasanya menyebut penjual dengan sebutan Pak Sambel Jeruk. Tujuh tahun berlalu
dan bahkan kami tidak tahu siapa nama asli si Bapak.
Semasa kuliah, hampir tiap hari kami membeli menu makan
malam di Sambel Jeruk. Mbungkus dan kemudian
makan bersama di kos. Dulu, hari Minggu malam adalah hari libur si Bapak
berjualan. Saking seringnya kami ke sana, jika ada 30 hari dalam satu bulan, mungkin
hampir 20 hari di antaranya kami membeli makan malam di sana.
Penjual Sambel Jeruk adalah pasangan suami isteri yang super
sumeh (baca: ramah dan murah senyum).
Kadang, dalam berjualan, si Bapak dan Ibu dibantu oleh anak-anaknya. Jika bukan
anak gadis yang telah menikah beberapa tahun yang lalu, ya dibantu anak
laki-lakinya yang belum lama lulus STM.
Meski belum bisa disebut tua, selera Pak Jeruk macam Bob
Dylan, Elvis Presley, Jimi Hendrix, dan grup-grup band aliran pop-rock Barat
era 60-70an. Perihal hal ini saya juga belum begitu lama menyadari.
Saking hobinya kami makan di Pak Jeruk, salah satu dari
kami bahkan pernah ada yang nyeletuk “Pokoknya nanti kalau udah lulus, kita reunian
di sini yaa”. Saking favoritnya di mata kami anak kos waktu itu. Tujuh tahun
berlalu dan belum juga kesampaian.
Salah satu kebaikan Bapak Sambel Jeruk yang hingga kini
membekas di hati saya adalah ketika laptop salah seorang teman tertinggal usai
kita pesan makan sepulang diskusi di kampus. Kami baru menyadari 3-4 hari
kemudian saat sudah hopeless dimana laptop berada. Teryata aman,
tertinggal di lapak Pak Jeruk.
Kini, pergi makan ke Pak Jeruk sudah tidak sesering dulu. Sekali
dalam satu bulan sudah bangus malah.
Ketika teman-teman kantor hobi ngajak mencoba makanan-makanan
baru, Chinese food, Korean food, dan makanan asing lainnya, kalau kurang
berkenan saya cukup bilang “Ya harap maklum, lidah penyetan”.
waduh ngiler banget nih liatnya
BalasHapussaya juga punya artikel mengenai kuliner lho
http://muhammad-hirzan-dzulfikar-247930-fst16.web.unair.ac.id