Sumber gambar: Pixabay |
Kemari lusa, ketika
masih di rumah, saya pergi ke salah satu pusat perbelanjaaan kebutuhan pokok
tak begitu jauh dari rumah. Sambil menunggu kasir menghitung belanjaan,
sesekali saya tolah-toleh memerhatikaan sekeliling. Di dalam toko, agak jauh dari
tempat saya berdiri, saya memerhatikan seorang laki-laki memanggul barang
dengan karung di atas pundaknya.
Dia memakai celana
tiga perempat kaki. Kausnya lusuh. Dia terlihat begitu lelah. Ada yang tak asing.
Setelah saya pehatikan betul, ternyata dia seumuran saya, laki-laki yang ketika
saya duduk di bangku SMP kira-kira sebelas tahun yang lalu, paling jago di
kelas dalam hal mata pelajaran.
Entah apa yang saya
pikirkan sore itu. Yang jelas saya nelongso betul.
Kejadian seperti ini
dengan orang yang berbeda tidak hanya saya alami sekali ini saja. Ada juga
teman perempuan yang juga pernah satu kelas semasa kelas tujuh SMP. Ia, kini
juga juga bekerja di salah satu toko kebutuhaan pokok tak begitu jauh dari
rumah.
Saya masih ingat
betul. Meskipun rumahnya jauh di bawah kaki Gunung Kelud sana, tapi untuk hal
pelajaran dia tak bisa diragukan. Apalagi perihal menghapal rumus-rumus. Soal
ilmu pengetahuan alam yang waktu itu
sudah mulai mempelajari fisika dan kimia, saya cuma bisa plonga-plongo berkali-kali
ujian dan dia mendapatkan nilai yang nyaris sempurna.
Saya jadi teringat kembali
tujuh tahun lalu ketika saya masih duduk di bangku kelas tiga SMA. Khawatir
akan nasip saya usai lulus, ibu bahkan sudah ancang-ancang memilih jodoh untuk
saya. Mungkin, kalau saya tak ngengkel kuliah waktu itu, saya tidak bisa duduk
di depan komputer seperti pagi ini. Juga pacar saya waktu itu, yang tak
menghendaki jika saya melanjutkan pendidikaan di luar kota. (maaf, tahun itu
saya khilaf hehe)
Lantas, banyak hal
berubah dan segala hal memang harus diperjuangan.
Kalau di semester
delapan saya tidak ngengkel mengambi tawaran pekejaan di tempat kini saya bekerja,
belum tentu saya masih ada di Surabaya. Padahal saat itu saya masih tercatat
sebagai mahasiswa aktif yang menanggung skripsi. Menjelang ujian, bu dosen
pembimbing cuti haji dan kuliah saya terancam
molor.
Yang saya pikirkan
waktu itu hanyalah: kalau saya tidak mengambil tawaran pekerjaan, mau makan apa?
Bayar kos dan kuliah pakai uang siapa? Wong beasiswa full dari pemerintah yang
saya dapatkan tidak menanggung biaya kuliah yang tak selesai tepat waktu.
Dari bangku kuliah
perlahan saya tahu, fungsi pendidikan adalah memberantas kebodohan, menghilangkan
ketidaktahuan. Hingga, manusia jadi paham untuk apa ia diciptakan. Jika lantas
pendidikan pengantarkan seseorang menemui pekerjaan yang layak, itu bonus atas
apa yang ia perjuangkan.
Dengan membagi ini,
bukan berarti hidup saya jauh lebih enak dan bahagia bibanding teman yang saya
jumpai kemarin sore. Bisa jadi, untuk urusan menata hati dan kebahagiaan, dia
lebih hebat dari saya. Bisa jadi, ia memiliki istri yang cantik dan soleha,
serta anak yang menggemaskan, manis dan pintar.
Saya hanya percaya, akan
selalu ada jalan bagi orang-orang yang ngengkel dan mau berusaha lebih keras dari
yang lain. Memperjuangkan banyak hal, bukan hanya pendidikaan, pekerjaan, tapi juga
jodoh.
Hallo Selamat pagi,
BalasHapusSalam hangat, Perkenalkan kami perusahaan yang bergerak di bidang IT dan Jasa pemasangan serta Maintenance semua kamera CCTV indoor dan Outdoor (sesuai kebutuhan) yang berkantor di Jakarta Timur.
Website : https://www.hebros.co.id
Email : support@hebros.co.id
mau berjuang keras untuk siapa kali ini ? *sambil senyum ala milea
BalasHapus-princess
Kamu komen gini aku jadi ngga sabar entar malam nonton Dilan, pulang lalu bikin review, dan menjalani hari-hari dengan bahagia lantaran suntikan motivasi hidup remeh temeh ala Dilan dan Milea.
HapusHahahaha
untung dulu waktu ditawarin kerja di PENS nggak ngeyel buat nerima karena keadaan. Kalau waktu itu tak terima, mungkin sekarang enggak menetap di Blitar :D
BalasHapusIki kok rodok mambu-mambu ngece zzz
Hapus