Samin
VS Semen merupakan film dokumenter garapan Dandhy Laksono yang keluar pada awal
2015. Film berdurasi 39 menit 25 detik ini mengisahkan masyarakat suku Samin di
Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang mendiami pegunungan karst
Kendeng. Mereka para penganut ajaran Samin menolak dibangunnya industri Semen
Gresik dan Indocement Group. Film ini mengambil latar di tiga kabupaten, yaitu
Kabupaten Pati dan Rembang (Jawa Tengah, serta Kabupaten Tuban (Jawa Timur).
Di
awal film digambarkan para ibu-ibu yang memblokade jalan menolak diadakannya
pembangunan pabrik semen. Kawasan Rembang tempat mereka tinggal, akan beralih
fungsi menjadi kawasan tambang semen. Kawasan tersebut merupakan kawasan karst,
yang dalam analisis lingkungan sangat perlu untuk tidak dirusak. Masyarakat
menolak dengan keras dibangunnya industri semen, karena pegunungan dan perarian
yang akan dijadikan lahan industri adalah tumpuan hidup mereka.
Kearifan Lokal Masyarakat Samin
Samin
atau yang juga akrab dikenal dengan masyarakat ‘Sedulur Sikep’ adalah suku yang
mendiami daerah Pati dan Rembang. Masyarakat suku Samin hidup dari alam yang
mereka tinggali, dan memenuhi segala kebutuhan hidup dari alam tempat mereka
tinggal. Kebutuhan mereka setiap hari adalah untuk bertani. Maka, lahan dan
perarian merupakan jantung hidup masyarakat Samin di Pati. Bagi mereka, hidup
tidak untuk mengejar pangkat yang tinggi atau harta yang melimpah ruah.
Cukuplah bahwa mereka mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Menutut
pandangan hidup masyarakat Samin, yang terpenting bagi manusia adalah
berkelakuan baik serta memiliki ucapan yang baik pula. Maka, mereka juga tidak
memerlukan sekolah formal. Karena bagi mereka sekolah formal hanya akan
mengejar pangkat dan kedudukan, sehingga orang-orang berpendidikan tinggi yang
pintar justru justru nantinya banyak yang malah minteri orang-orang di sekitarnya.
Dampak Lingkungan
Menurut
Rere, seorang aktivis WALHI di Jawa Timur, kawasan karst sangat penting
terhadap kelangsungan keseimbangan alam, karena karst dapat menyimpan air dalam
skala yang besar. Perarian merupakan kekayaan alam yang menopang sebagian besar
kebutuhan masyarakat rembang. Baik bertani, beternak, maupun mencukupi segala
kebutuhan rumah tangga. Selain itu juga, dalam segi lingkungan, kawasan karst
menjadi kawasan yang dapat menanggulangi banjir dalam skala besar.
Propaganda Film
Menurut
ukuran film-film dokumenter yang banyak beredar, film Samin VS Semen tergolong
film yang singkat. Jika diamati film ini dapat dilihat sebagai alat propaganda.
Apalagi, film ini digarap dengan satu sudut pandang: masyarakat Samin. Juga
memang tak dimunculkan suara-suara dari pihak industri Semen Gresik dan
Indocement Group sebagai suara yang mengimbangi atau menjawab
penolakan-penolakan dari masyarakat Samin. Samar-samar, dapat dibaca bahwa film
ini mengajak masyarakat agar ikut peduli terhadap ancaman mengrusakan yang
terjadi di wilayah di Pati.
Film
ini juga menjadi bahan diskusi dan kajian di beberapa wilayah di Indonesia, di kampus-kampus
utamanya. Film sempat menjadi kontroversi. Bahkan dii salah satu universitas
ternama di Malang, film ini dilarang diputar dengan berbagai alasan. Tak ayal,
pelarangan pemutaran tersebut membuat berbagai aktivis dan kelompok masyarakat
ikut geram. Institusi besar dengan payung perguruan tinggi negeri, semestinya
ikut andil dalam wacanan pengrusakan lingkungan hidup yang sedang diperjuangkan
masyarakat suku Samin.
Kejadian
di Rembang ini sesungguhnya dapat menjadi refleksi besar terhadap situasi yang
terjadi di Indonesia. Bahwa pemerintah telah abai, membiarkan gelontoran
investasi besar-besaran tanpa memikirkan dampaknya bagi masyarakat. Jika
Rembang tidak dapat dijadikan contoh penyelamatan lingkungan hidup, dengan
keluarnya ijin pembangunan kawasan industri tambang, maka hal tersebut
berkemungkinan besar akan menjadi insiden di banyak tempat, bahwa gelontoran
infestasi mengabaikan keselamatan rakyat.
“Rembang memang bukan wilayah dari Jawa Timur,
namun kerusakah lingkungan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi”, seperti
diungkapkan Rere, aktivis WALHI, mengenai pentingnya konsolidasi besar dari
gerakan masyarakat Jawa Timur.