Senin, 21 Januari 2019

Sambel Jeruk

Sambel Jeruk


Hari ke-2

Setiap kali libur atau menghabiskan waktu berjarak cukup lama dengan Surabaya, selain berkeliling kota, saya selalu kangen dengan salah satu makanannya. Bukan rujak cingur atau lontong balap, melainkan penyetan a.k.a sambelan.

Hampir di setiap sudut di kota Surabaya begitu mudah untuk dijumpai sambelan. Salah satu yang kemudian jadi favorit saya selaku anak kos yang sudah tujuh tahun menghabiskan hari-hari di Gubeng Airlangga adalah SAMBEL JERUK. Sambelan yang khas, salah satunya karena jeruk limau-nya.

SAMBEL JERUK. Ya, kami, saya dan teman-teman kos sewaktu kuliah, biasanya menyebut penjual dengan sebutan Pak Sambel Jeruk. Tujuh tahun berlalu dan bahkan kami tidak tahu siapa nama asli si Bapak.

Semasa kuliah, hampir tiap hari kami membeli menu makan malam di Sambel Jeruk. Mbungkus dan kemudian makan bersama di kos. Dulu, hari Minggu malam adalah hari libur si Bapak berjualan. Saking seringnya kami ke sana, jika ada 30 hari dalam satu bulan, mungkin hampir 20 hari di antaranya kami membeli makan malam di sana.

Penjual Sambel Jeruk adalah pasangan suami isteri yang super sumeh (baca: ramah dan murah senyum). Kadang, dalam berjualan, si Bapak dan Ibu dibantu oleh anak-anaknya. Jika bukan anak gadis yang telah menikah beberapa tahun yang lalu, ya dibantu anak laki-lakinya yang belum lama lulus STM.

Meski belum bisa disebut tua, selera Pak Jeruk macam Bob Dylan, Elvis Presley, Jimi Hendrix, dan grup-grup band aliran pop-rock Barat era 60-70an. Perihal hal ini saya juga belum begitu lama menyadari.

Saking hobinya kami makan di Pak Jeruk, salah satu dari kami bahkan pernah ada yang nyeletuk “Pokoknya nanti kalau udah lulus, kita reunian di sini yaa”. Saking favoritnya di mata kami anak kos waktu itu. Tujuh tahun berlalu dan belum juga kesampaian.

Salah satu kebaikan Bapak Sambel Jeruk yang hingga kini membekas di hati saya adalah ketika laptop salah seorang teman tertinggal usai kita pesan makan sepulang diskusi di kampus. Kami baru menyadari 3-4 hari kemudian saat sudah hopeless dimana laptop berada. Teryata aman, tertinggal di lapak Pak Jeruk.

Kini, pergi makan ke Pak Jeruk sudah tidak sesering dulu. Sekali dalam satu bulan sudah bangus malah.

Ketika teman-teman kantor hobi ngajak mencoba makanan-makanan baru, Chinese food, Korean food, dan makanan asing lainnya, kalau kurang berkenan saya cukup bilang “Ya harap maklum, lidah penyetan”.

1 komentar:

  1. waduh ngiler banget nih liatnya
    saya juga punya artikel mengenai kuliner lho
    http://muhammad-hirzan-dzulfikar-247930-fst16.web.unair.ac.id

    BalasHapus