Jumat, 16 Maret 2018

Mengungkap Tragedi 98 Lewat Laut Bercerita

Sumber: salihara.org



Pernahkah anda membayangkan, orang terdekat anda, mungkin kakak, adik, saudara, bahkan anak, (di)hilang(kan) dan tak pernah kembali lagi? Jika masih hidup, ada dimana dia? Jika memang telah meninggal, dimana jasadnya dikuburkan? Adakah yang lebih menyedihkan dari menunggu sesuatu tanpa kepastian?

Leila S. Chudori menggambarkan cerita dengan sangat apik lewat novel Laut Bercerita. Novel yang kemudian difilmkan ini disambut antusias dalam diskusi-diskusi yang digelar di beberapa kota di Indonesia. Saya termasuk salah satu yang antusias membaca novelnya, mononton filmnya, dan mengikuti diskusinya.

Di kampus tempat saya kuliah, usai pemutaran film, suasana haru menyelimuti ratusan peserta, para penulis buku, saksi hidup, juga orangtua yang datang. Laut Bercerita berdurasi 30 menit, berkisah tentang seorang tokoh bernama Biru Laut, aktivis mahasiswa yang mati sebelum akhirnya disiksa berbulan-bulan dan ditenggelamkan ke dasar laut.

Film yang kemudian dibintangi oleh Reza Rahadian, Dian Sastrowardoyo, Ayushita Nugraha, dkk itu didiskusikan di FISIP dan dibedah bukunya di FIB UNAIR. Sebagai penulis, Leila mengaku, UNAIR dipilih sebagai kampus roadshow mengingat ada kaitan sejarah dengan novel yang ia tulis. Ialah Bimo Petrus Anugrah dan Herman Hendrawan, aktivis mahasiswa asal FISIP UNAIR yang hilang.

Tentang Novel dan Film

Novel ini ditulis Leila dengan penceritaan yang sangat detail. Beberapa kali saya ngilu membaca bagian penyiksaan, juga keluarga yang pilu menunggu anaknya pulang, berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun. Bahkan saya merasakan kecemasan berhari-hari usai membaca novelnya. Merasakan bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi kita hari ini salah satunya ditebus oleh perjuangan para aktivis mahasiswa.

Bagaimana tidak. Novel ini ditulis hampir 10 tahun lamanya. Dalam risetnya, mulanya Leila melakukan in-depth interview terhadap Nezar Patria, salah satu aktivis yang sempat diculik dan disiksa, hingga kemudian dibebaskan.

Leila juga mengunjungi Blangguan, Situbondo, dan hamparan tanaman jagung agar bisa membayangkan bagaimana perjuangan kelompok mahasiswa membela petani yang lahannya akan digunakan sebagai lapangan latihan militer.

Laut Bercerita adalah novel kedua Leila setelah Pulang, novel yang juga mengisahkan tragedi pilu dengan latar peristiwa tahun 1965. Leila menuturkan, setiap penulis harusnya selalu menekankan kemanusiaan dalam setiap karya-karya mereka.

Sementara dalam film, karena keterbatasan durasi dan tentu sebuah film tidak akan bisa menggambarkan semua isi dalam buku, Laut Bercerita cukup bisa divisualisasikan dengan apik hingga merasuk ke dalam emosi penonton. Tak sedikit peserta dalam diskusi menitikan air mata dalam beberapa scene yang haru.

Dalam kesempatan itu, saya cukup merinding mendengar pernyataan D. Utomo Rahardjo ayah Bimo Petrus di hadapan ratusan mahasiswa dan para pembicara.

31 Maret nanti genap 20 tahun saya berjuang malang melintang bolak-balik Malang, Surabaya, Jakarta, untuk mencari keadilan di negeri ini. Saya tidak berharap anda menjadi Bimo Petrus atau Herman. Tapi paling tidak, mahasiswa tahu bahwa di kampus UNAIR ini, pada saat itu, ada anak-anak yang berani melawan arus dan memperjuangkan hak-hak dari mereka yang terpinggirkan," kata Bapak Oetomo.

Bersamaan dengan rasa haru, pernyataan itu diikuti riuh tepuk tangan seisi ruangan.

Barangkali, kita semua tidak bisa mengembalikan 13 aktivis dan belum ada penjelasan dari pemerintah terkait hilangnya mereka. Namun, dengan membaca dan menonton Laut Bercerita, paling tidak kita yang mungkin belum cukup umur untuk mengerti peristiwa yang terjadi ketika itu, bisa memiliki gambaran tentang peristiwa tahun 98.

Kini, perjuangan mungkin bukan lagi untuk melawan orde baru. Usai melihat kenyataan bahwa bangsa ini pernah melakukan kejahatan bahkan kepada rakyatnya sendiri, mungkin dengan jengkel sebagian masyarakat/mahasiswa akan bertanya, “Lantas, perjuangan seperti apa yang sebaiknya kita lakukan?

Menurut hemat saya, perjuangan para pemuda kini adalah memperjuangkan cita-cita sesuai passion yang ia miliki. Pengajar, penulis, pejuang HAM, apapun. Berjuang dalam koridornya masing-masing untuk perbaikan bersama bangsa ini. Sehingga kelak, melalui generasi yang terus belajar dan membangun, negara ini akan berjaya pasa saatnya.

*Dipublikasikan di Harian Surya, 15 Maret 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar